Ada seorang ibu yang rajin mengikuti persekutuan, membaca Firman
Allah, terlibat pelayanan dan berbudi luhur. Tapi sayang suaminya bukan
tipe suami idaman setiap wanita, seorang yang suka berselingkuh dan
mencari kesenangan duniawi. Setiap kali suaminya pulang malam dan
mabuk-mabukan, ibu ini selalu membukakan pintu dan melayaninya dengan
sabar. Suaminya berpikir ia adalah seorang wanita bodoh yang tidak tahu
kalau sedang dibohongi dengan alasan rapat atau keperluan kantor. Ibu
ini sebenarnya bukan tidak tahu kalau sedang ditipu oleh suaminya. Hal
ini tidak lalu membuatnya ngambek kepada Tuhan dan tidak mau mengikuti
Tuhan lagi. Tapi ia selalu bersimpuh di kaki Tuhan sambil menangis dan
menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Ia juga selalu mendoakan suaminya
itu, berharap suatu hari nanti Tuhan akan mengubahnya menjadi orang yang
baik, takut akan Tuhan dan tentu saja menjadi suami yang baik lagi.
Tapi bukannya berubah perilakunya, bahkan sang suami makin buruk
kelakuannya, hingga mulai sering melayangkan tinjunya kepada istri yang
malang itu. Namun ibu ini tetap setia melayani semua kebutuhan suaminya
itu. Hingga suatu hari sang suami yang terlibat perselingkuhan dengan
sekretarisnya di kantor memberi tahu bahwa ia akan menginap di Puncak
karena ada rapat kantor. Padahal istrinya sudah tahu bahwa rapat itu
hanyalah alasannya untuk bersenang-senang dengan sekretaris itu. Ketika
berpamitan dengan istrinya, sang suami masih beranggapan bahwa istrinya
itu wanita bodoh yang mudah dibohongi. Karena istrinya melepas
kepergiannya seperti biasa, bahkan mereka sempat berdoa demi
keselamatannya sebelum ia pergi. Maka si suami pergi sambil tersenyum
membayangkan kesenangan yang akan ia dapat dari sekretarisnya itu dan
kebodohan istrinya.
Sementara itu setelah melepas kepergian suaminya, ibu itu lalu
kembali bersujud menangis di bawah kaki Tuhan sambil menumpahkan segala
beban yang dirasakannya begitu berat untuk ditanggung. Sungguh sakit
hatinya menerima semua perlakuan suaminya itu, tapi kemudian ia teringat
firman Tuhan untuk mengampuni kesalahan orang lain, bahkan sampai tujuh
puluh kali tujuh kali. Maka ia pun berusaha untuk menjadi murid yang
setia dengan mengikuti dan firman teladan Tuhan.
Tak disangka, beberapa jam kemudian ia menerima kabar dari polisi
bahwa telah terjadi kecelakaan. Mobil suaminya terperosok masuk jurang
di daerah Puncak dan ada seorang penumpang yang terluka parah dan
penumpang lainnya tidak dapat diselamatkan. Ketika ia kemudian buru-buru
pergi ke tempat di mana suaminya berada. Ia mengetahui bahwa penumpang
yang meninggal dalam kecelakaan itu tak lain adalah sekretaris suaminya,
sedangkan suaminya masih belum sadar dan menderita luka berat. Dokter
mengatakan bahwa meski suaminya dapat diselamatkan, kemungkinan besar,
suaminya itu akan menderita kelumpuhan dan tidak dapat berjalan lagi.
Pada saat suaminya sadar, yang pertama dilihatnya adalah wajah istri
yang telah dibohonginya itu. Ia hanya dapat berkata, “Ampuni aku, Mama.”
Sedangkan istrinya yang telah sering ia jahati itu berkata,” Apa pun
yang terjadi, aku tetap mencintaimu dan telah memaafkanmu, Papa”. Ketika
akhirnya suaminya memang dapat diselamatkan tapi harus duduk di kursi
roda, ibu itu tetap setia mengurusi suaminya. Karena ia bukan hanya
menjadi pembaca tapi telah menjadi pelaku Firman..
Beberapa bulan kemudian salah seorang teman pelayanan istrinya
memberitahukan sebuah tempat pengobatan alternatif untuk
mennyembuhkannya. Dan setelah ia mendatangi tempat itu setelah
menjalani pengobatan selama beberapa bulan akhirnya ia pun
perlahan-lahan pulih dan dapat berjalan kembali. Setelah kejadian itu,
suami ibu itu telah menjadi suami yang setia dan takut akan Tuhan.
Kecelakaan itu telah dipakai Tuhan untuk mengubah dan mengembalikan
suaminya kepadanya karena ia telah mengampuni dan menjadi pengikut Tuhan
yang setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar